THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Minggu, 04 Juli 2010

ibu.. hadiah terbesar yang tuhan beri..

Alkisah, ada sepasang kekasih yang saling mencintai. Sang pria
berasal dari keluarga kaya, dan merupakan orang yang terpandang di kota
tersebut. Sedangkan sang wanita adalah seorang yatim piatu, hidup serba
kekurangan, tetapi cantik, lemah lembut, dan baik hati. Kelebihan inilah
yang membuat sang pria jatuh hati.
Sang wanita hamil di luar nikah. Sang pria lalu mengajaknya
menikah, dengan membawa sang wanita ke rumahnya. Seperti yang
sudah mereka duga, orang tua sang pria tidak menyukai wanita tsb.
Sebagai orang yang terpandang di kota tsb, latar belakang wanita
tsb akan merusak reputasi keluarga. Sebaliknya, mereka bahkan
telah mencarikan jodoh yang sepadan untuk anaknya. Sang pria
berusaha menyakinkan orang tuanya, bahwa ia sudah menetapkan
keputusannya, apapun resikonya bagi dia.

Sang wanita merasa tak berdaya, tetapi sang pria menyakinkan
wanita tsb bahwa tidak ada yang bisa memisahkan mereka. Sang pria terus
berargumen dengan orang tuanya, bahkan membantah perkataan orangtuanya,
sesuatu yang belum pernah dilakukannya selama hidupnya (di zaman dulu,
umumnya seorang anak sangat tunduk pada orang tuanya).

Sebulan telah berlalu, sang pria gagal untuk membujuk orang
tuanya agar menerima calon istrinya. Sang orang tua juga stress karena
gagal membujuk anak satu-satunya, agar berpisah dengan wanita tsb,
yang menurut mereka akan sangat merugikan masa depannya.
Sang pria akhirnya menetapkan pilihan untuk kawin lari. Ia
memutuskan untuk meninggalkan semuanya demi sang kekasih. Waktu
keberangkatan pun ditetapkan, tetapi rupanya rencana ini diketahui oleh
orang tua sang pria. Maka ketika saatnya tiba, sang ortu mengunci
anaknya di dalam kamar dan dijaga ketat oleh para bawahan di rumahnya yang besar.

Sebagai gantinya, kedua orang tua datang ke tempat yang telah
ditentukan sepasang kekasih tsb untuk melarikan diri. Sang wanita sangat
terkejut dengan kedatangan ayah dan ibu sang pria. Mereka kemudian memohon
pengertian dari sang wanita, agar meninggalkan anak mereka satu-satunya.
Menurut mereka, dengan perbedaan status sosial yang sangat besar,
perkawinan mereka hanya akan menjadi gunjingan seluruh penduduk kota,
reputasi anaknya akan tercemar, orang2 tidak akan menghormatinya lagi.
Akibatnya, bisnis yang akan diwariskan kepada anak mereka akan bangkrut
secara perlahan2.

Mereka bahkan memberikan uang dalam jumlah banyak, dengan
permohonan agar wanita tsb meninggalkan kota ini, tidak bertemu dengan
anaknya lagi, dan menggugurkan kandungannya. Uang tsb dapat digunakan
untuk membiayai hidupnya di tempat lain.

Sang wanita menangis tersedu-sedu. Dalam hati kecilnya, ia sadar
bahwa perbedaan status sosial yang sangat jauh, akan menimbulkan banyak
kesulitan bagi kekasihnya. Akhirnya, ia setuju untuk meninggalkan kota ini,
tetapi menolak untuk menerima uang tsb. Ia mencintai sang pria, bukan uangnya.
Walaupun ia sepenuhnya sadar, jalan hidupnya ke depan akan sangat sulit?.

Ibu sang pria kembali memohon kepada wanita tsb untuk meninggalkan sepucuk
surat kepada mereka, yang menyatakan bahwa ia memilih berpisah dengan sang pria.
Ibu sang pria kuatir anaknya akan terus mencari kekasihnya, dan tidak mau
meneruskan usaha orang tuanya. “Walaupun ia kelak bukan suamimu, bukankah
Anda ingin melihatnya sebagai seseorang yang berhasil? Ini adalah untuk
kebaikan kalian berdua”, kata sang ibu.

Dengan berat hati, sang wanita menulis surat . Ia menjelaskan bahwa ia sudah
memutuskan untuk pergi meninggalkan sang pria. Ia sadar bahwa keberadaannya
hanya akan merugikan sang pria. Ia minta maaf karena telah melanggar janji
setia mereka berdua, bahwa mereka akan selalu bersama dalam menghadapi penolakan2
akibat perbedaan status sosial mereka. Ia tidak kuat lagi menahan penderitaan ini,
dan memutuskan untuk berpisah. Tetesan air mata sang wanita tampak membasahi surat tersebut.

Sang wanita yang malang tsb tampak tidak punya pilihan lain. Ia
terjebak antara moral dan cintanya. Sang wanita segera meninggalkan kota
itu, sendirian. Ia menuju sebuah desa yang lebih terpencil. Disana, ia
bertekad untuk melahirkan dan membesarkan anaknya.

==========0000000000==============

Tiga tahun telah berlalu. Ternyata wanita tersebut telah menjadi
seorang ibu. Anaknya seorang laki2. Sang ibu bekerja keras siang dan malam,
untuk membiayai kehidupan mereka. Di pagi dan siang hari, ia bekerja di sebuah
industri rumah tangga, malamnya, ia menyuci pakaian2 tetangga dan menyulam sesuai
dengan pesanan pelanggan. Kebanyakan ia melakukan semua pekerjaan ini sambil
menggendong anak di punggungnya. Walaupun ia cukup berpendidikan, ia menyadari
bahwa pekerjaan lain tidak memungkinkan, karena ia harus berada di sisi anaknya
setiap saat. Tetapi sang ibu tidak pernah mengeluh dengan pekerjaannya…

Di usia tiga tahun, suatu saat, sang anak tiba2 sakit keras. Demamnya sangat tinggi.
Ia segera dibawa ke rumah sakit setempat. Anak tsb harus menginap di rumah sakit
selama beberapa hari. Biaya pengobatan telah menguras habis seluruh tabungan dari
hasil kerja kerasnya selama ini, dan itupun belum cukup. Ibu tsb akhirnya juga
meminjam ke sana-sini, kepada siapapun yang bermurah hati untuk memberikan pinjaman.

Saat diperbolehkan pulang, sang dokter menyarankan untuk membuat sup ramuan, untuk
mempercepat kesembuhan putranya. Ramuan tsb terdiri dari obat2 herbal dan daging sapi
untuk dikukus bersama. Tetapi sang ibu hanya mampu membeli obat2 herbal tsb, ia tidak
punya uang sepeserpun lagi untuk membeli daging. Untuk meminjam lagi, rasanya tak
mungkin, karena ia telah berutang kepada semua orang yang ia kenal, dan belum terbayar.

Ketika di rumah, sang ibu menangis. Ia tidak tahu harus berbuat apa, untuk mendapatkan
daging. Toko daging di desa tsb telah menolak permintaannya, untuk bayar di akhir
bulan saat gajian.

Diantara tangisannya, ia tiba2 mendapatkan ide. Ia mencari alkohol yang ada di
rumahnya, sebilah pisau dapur, dan sepotong kain.

Setelah pisau dapur dibersihkan dengan alkohol, sang ibu nekad mengambil sekerat
daging dari pahanya. Agar tidak membangunkan anaknya yang sedang tidur, ia mengikat
mulutnya dengan sepotong kain. Darah berhamburan. Sang ibu tengah berjuang mengambil
dagingnya sendiri, sambil berusaha tidak mengeluarkan suara kesakitan yang teramat sangat?..

Hujan lebatpun turun. Lebatnya hujan menyebabkan rintihan kesakitan sang ibu tidak
terdengar oleh para tetangga, terutama oleh anaknya sendiri. Tampaknya langit juga
tersentuh dengan pengorbanan yang sedang dilakukan oleh sang ibu ………… .

==========0000000000==============

Enam tahun telah berlalu, anaknya tumbuh menjadi seorang anak
yang tampan, cerdas, dan berbudi pekerti. Ia juga sangat sayang ibunya. Di
hari minggu, mereka sering pergi ke taman di desa tersebut, bermain bersama,
dan bersama2 menyanyikan lagu “Shi Sang Chi You Mama Hau” (terjemahannya “Di
Dunia ini, hanya ibu seorang yang baik”).

Sang anak juga sudah sekolah. Sang ibu sekarang bekerja sebagai
penjaga toko, karena ia sudah bisa meninggalkan anaknya di siang hari. Hari2
mereka lewatkan dengan kebersamaan, penuh kebahagiaan. Sang anak terkadang memaksa
ibunya, agar ia bisa membantu ibunya menyuci di malam hari. Ia tahu ibunya masih menyuci
di malam hari, karena perlu tambahan biaya untuk sekolahnya. Ia memang seorang anak yang cerdas.

Ia juga tahu, bulan depan adalah hari ulang tahun ibunya. Ia berniat membelikan
sebuah jam tangan, yang sangat didambakan ibunya selama ini. Ibunya pernah mencobanya
di sebuah toko, tetapi segera menolak setelah pemilik toko menyebutkan harganya. Jam
tangan itu sederhana, tidak terlalu mewah, tetapi bagi mereka, itu terlalu mahal. Masih
banyak keperluan lain yang perlu dibiayai.

Sang anak segera pergi ke toko tsb, yang tidak jauh dari rumahnya. Ia meminta
kepada kakek pemilik toko agar menyimpan jam tangan tsb, karena ia akan membelinya
bulan depan. “Apakah kamu punya uang?” tanya sang pemilik toko. “Tidak sekarang, nanti
saya akan punya”, kata sang anak dengan serius.

Ternyata, bulan depan sang anak benar2 muncul untuk membeli jam tangan tsb. Sang kakek
juga terkejut, kiranya sang anak hanya main2. Ketika menyerahkan uangnya, sang kakek
bertanya “Dari mana kamu mendapatkan uang itu? Bukan mencuri kan ?”. “Saya tidak mencuri,
kakek. Hari ini adalah hari ulang tahun ibuku. Saya biasanya naik becak pulang pergi ke
sekolah. Selama sebulan ini, saya berjalan kaki saat pulang dari sekolah ke rumah, uang
jajan dan uang becaknya saya simpan untuk beli jam ini. Kakiku sakit, tapi ini semua untuk
ibuku. O ya, jangan beritahu ibuku tentang hal ini. Ia akan marah” kata sang anak. Sang
pemilik toko tampak kagum pada anak tsb.

Seperti biasanya, sang ibu pulang dari kerja di sore hari. Sang anak segera memberikan
ucapan selamat pada ibu, dan menyerahkan jam tangan tsb. Sang ibu terkejut bercampur haru,
ia bangga dengan anaknya. Jam tangan ini memang adalah impiannya. Tetapi sang ibu tiba2
tersadar, dari mana uang untuk membeli jam tsb. Sang anak tutup mulut, tidak mau menjawab.

“Apakah kamu mencuri, Nak?” Sang anak diam seribu bahasa, ia tidak ingin ibu mengetahui
bagaimana ia mengumpulkan uang tersebut. Setelah ditanya berkali2 tanpa jawaban, sang ibu
menyimpulkan bahwa anaknya telah mencuri. “Walaupun kita miskin, kita tidak boleh mencuri.
Bukankah ibu sudah mengajari kamu tentang hal ini?” kata sang ibu.

Lalu ibu mengambil rotan dan mulai memukul anaknya. Biarpun ibu sayang pada anaknya,
ia harus mendidik anaknya sejak kecil. Sang anak menangis, sedangkan air mata sang ibu
mengalir keluar. Hatinya begitu perih, karena ia sedang memukul belahan hatinya. Tetapi
ia harus melakukannya, demi kebaikan anaknya.

Suara tangisan sang anak terdengar keluar. Para tetangga menuju ke rumah tsb heran,
dan kemudian prihatin setelah mengetahui kejadiannya. “Ia sebenarnya anak yang baik”,
kata salah satu tetangganya. Kebetulan sekali, sang pemilik toko sedang berkunjung ke
rumah salah satu tetangganya yang merupakan familinya.

Ketika ia keluar melihat ke rumah itu, ia segera mengenal anak itu. Ketika mengetahui
persoalannya, ia segera menghampiri ibu itu untuk menjelaskan. Tetapi tiba2 sang anak
berlari ke arah pemilik toko, memohon agar jangan menceritakan yang sebenarnya pada ibunya.

“Nak, ketahuilah, anak yang baik tidak boleh berbohong, dan tidak boleh menyembunyikan
sesuatu dari ibunya”. Sang anak mengikuti nasehat kakek itu. Maka kakek itu mulai
menceritakan bagaimana sang anak tiba2 muncul di tokonya sebulan yang lalu, memintanya
untuk menyimpan jam tangan tsb, dan sebulan kemudian akan membelinya. Anak itu muncul
siang tadi di tokonya, katanya hari ini adalah hari ulang tahun ibunya. Ia juga menceritakan
bagaimana sang anak berjalan kaki dari sekolahnya pulang ke rumah dan tidak jajan di sekolah
selama sebulan ini, untuk mengumpulkan uang membeli jam tangan kesukaan ibunya.

Tampak sang kakek meneteskan air mata saat selesai menjelaskan
hal tsb, begitu pula dengan tetangganya. Sang ibu segera memeluk anak
kesayangannya, keduanya menangis dengan tersedu-sedu.”Maafkan saya, Nak.”
“Tidak Bu, saya yang bersalah”………….. ..

===========000=================

Sementara itu, ternyata ayah dari sang anak sudah menikah, tetapi istrinya mandul.
Mereka tidak punya anak. Sang ortu sangat sedih akan hal ini, karena tidak akan ada
yang mewarisi usaha mereka kelak.

Ketika sang ibu dan anaknya berjalan2 ke kota , dalam sebuah kesempatan, mereka bertemu
dengan sang ayah dan istrinya. Sang ayah baru menyadari bahwa sebenarnya ia sudah punya
anak dari darah dagingnya sendiri. Ia mengajak mereka berkunjung ke rumahnya, bersedia
menanggung semua biaya hidup mereka, tetapi sang ibu menolak. Kami bisa hidup dengan
baik tanpa bantuanmu.

Berita ini segera diketahui oleh orang tua sang pria. Mereka begitu ingin melihat cucunya,
tetapi sang ibu tidak mau mengizinkan.

===========000==================

Di pertengahan tahun, penyakit sang anak kembali kambuh. Dokter mengatakan bahwa penyakit
sang anak butuh operasi dan perawatan yang konsisten. Kalau kambuh lagi, akan membahayakan
jiwanya.

Keuangan sang ibu sudah agak membaik, dibandingkan sebelumnya. Tetapi biaya medis tidaklah
murah, ia tidak sanggup membiayainya.

Sang ibu kembali berpikir keras. Tetapi ia tidak menemukan solusi yang tepat. Satu2nya
jalan keluar adalah menyerahkan anaknya kepada sang ayah, karena sang ayahlah yang mampu
membiayai perawatannya.

Maka di hari Minggu ini, sang ibu kembali mengajak anaknya berkeliling kota, bermain2 di
taman kesukaan mereka. Mereka gembira sekali, menyanyikan lagu “Shi Sang Chi You Mama Hau”,
lagu kesayangan mereka. Untuk sejenak, sang ibu melupakan semua penderitaannya, ia hanyut
dalam kegembiraan bersama sang anak.

Sepulang ke rumah, ibu menjelaskan keadaannya pada sang anak. Sang anak menolak untuk
tinggal bersama ayahnya, karena ia hanya ingin dengan ibu. “Tetapi ibu tidak mampu
membiayai perawatan kamu, Nak” kata ibu. “Tidak apa2 Bu, saya tidak perlu dirawat. Saya
sudah sehat, bila bisa bersama2 dengan ibu. Bila sudah besar nanti, saya akan cari banyak
uang untuk biaya perawatan saya dan untuk ibu. Nanti, ibu tidak perlu bekerja lagi, Bu”,
kata sang anak. Tetapi ibu memaksa akan berkunjung ke rumah sang ayah keesokan harinya.
Penyakitnya memang bisa kambuh setiap saat.

Disana ia diperkenalkan dengan kakek dan neneknya. Keduanya sangat senang melihat anak
imut tersebut. Ketika ibunya hendak pulang, sang anak meronta2 ingin ikut pulang dengan
ibunya. Walaupun diberikan mainan kesukaan sang anak, yang tidak pernah ia peroleh saat
bersama ibunya, sang anak menolak. “Saya ingin Ibu, saya tidak mau mainan itu”, teriak
sang anak dengan nada yang polos. Dengan hati sedih dan menangis, sang ibu berkata “Nak,
kamu harus dengar nasehat ibu. Tinggallah di sini. Ayah, kakek dan nenek akan bermain
bersamamu.” “Tidak, aku tidak mau mereka. Saya hanya mau ibu, saya sayang ibu, bukankah
ibu juga sayang saya? Ibu sekarang tidak mau saya lagi”, sang anak mulai menangis.

Bujukan demi bujukan ibunya untuk tinggal di rumah besar tsb tidak didengarkan anak kecil
tsb. Sang anak menangis tersedu2 “Kalau ibu sayang padaku, bawalah saya pergi, Bu”. Sampai
pada akhirnya, ibunya memaksa dengan mengatakan “Benar, ibu tidak sayang kamu lagi.
Tinggallah disini”, ibunya segera lari keluar meninggalkan rumah tsb. Tampak anaknya
meronta2 dengan ledakan tangis yang memilukan.

Di rumah, sang ibu kembali meratapi nasibnya. Tangisannya begitu menyayat hati, ia telah
berpisah dengan anaknya. Ia tidak diperbolehkan menjenguk anaknya, tetapi mereka berjanji
akan merawat anaknya dengan baik. Diantara isak tangisnya, ia tidak menemukan arti hidup ini
lagi. Ia telah kehilangan satu2nya alasan untuk hidup, anaknya tercinta.

Kemudian ibu yang malang itu mengambil pisau dapur untuk memotong urat nadinya. Tetapi saat
akan dilakukan, ia sadar bahwa anaknya mungkin tidak akan diperlakukan dengan baik. Tidak,
ia harus hidup untuk mengetahui bahwa anaknya diperlakukan dengan baik. Segera, niat bunuh
diri itu dibatalkan, demi anaknya juga………. ..

============000=========

Setahun berlalu. Sang ibu telah pindah ke tempat lain, mendapatkan kerja yang lebih baik lagi.
Sang anak telah sehat, walaupun tetap menjalani perawatan medis secara rutin setiap bulan.

Seperti biasa, sang anak ingat akan hari ulang tahun ibunya. Uang pun dapat ia peroleh dengan
mudah, tanpa perlu bersusah payah mengumpulkannya. Maka, pada hari tsb, sepulang dari sekolah,
ia tidak pulang ke rumah, ia segera naik bus menuju ke desa tempat tinggal ibunya, yang memakan
waktu beberapa jam. Sang anak telah mempersiapkan setangkai bunga, sepucuk surat yang menyatakan
ia setiap hari merindukan ibu, sebuah kartu ucapan selamat ulang tahun, dan nilai ujian yang
sangat bagus. Ia akan memberikan semuanya untuk ibu.

Sang anak berlari riang gembira melewati gang-gang kecil menuju rumahnya. Tetapi ketika
sampai di rumah, ia mendapati rumah ini telah kosong. Tetangga mengatakan ibunya telah pindah,
dan tidak ada yang tahu kemana ibunya pergi. Sang anak tidak tahu harus berbuat apa, ia duduk
di depan rumah tsb, menangis “Ibu benar2 tidak menginginkan saya lagi.”

Sementara itu, keluarga sang ayah begitu cemas, ketika sang anak sudah terlambat pulang ke
rumah selama lebih dari 3 jam. Guru sekolah mengatakan semuanya sudah pulang. Semua tempat
sudah dicari, tetapi tidak ada kabar. Mereka panik. Sang ayah menelpon ibunya, yang juga sangat
terkejut. Polisi pun dihubungi untuk melaporkan anak hilang.

Ketika sang ibu sedang berpikir keras, tiba2 ia teringat sesuatu. Hari ini adalah hari ulang
tahunnya. Ia terlalu sibuk sampai melupakannya. Anaknya mungkin pulang ke rumah. Maka sang
ayah dan sang ibu segera naik mobil menuju rumah tsb. Sayangnya, mereka hanya menemukan kartu
ulang tahun, setangkai bunga, nilai ujian yang bagus, dan sepucuk surat anaknya. Sang ibu tidak
mampu menahan tangisannya, saat membaca tulisan2 imut anaknya dalam surat itu.

Hari mulai gelap. Mereka sibuk mencari di sekitar desa tsb, tanpa mendapatkan petunjuk apapun.
Sang ibu semakin resah. Kemudian sang ibu membakar dupa, berlutut di hadapan altar Dewi Kuan Im,
sambil menangis ia memohon agar bisa menemukan anaknya.

Seperti mendapat petunjuk, sang ibu tiba2 ingat bahwa ia dan anaknya pernah pergi ke sebuah kuil
Kuan Im di desa tsb. Ibunya pernah berkata, bahwa bila kamu memerlukan pertolongan, mohonlah kepada
Dewi Kuan Im yang welas asih. Dewi Kuan Im pasti akan menolongmu, jika niat kamu baik. Ibunya
memprediksikan bahwa anaknya mungkin pergi ke kuil tsb untuk memohon agar bisa bertemu dengan dirinya.

Benar saja, ternyata sang anak berada di sana . Tetapi ia pingsan, demamnya tinggi sekali. Sang
ayah segera menggendong anaknya untuk dilarikan ke rumah sakit. Saat menuruni tangga kuil, sang
ibu terjatuh dari tangga, dan berguling2 jatuh ke bawah………. ..

============000==============

Sepuluh tahun sudah berlalu. Kini sang anak sudah memasuki bangku kuliah. Ia sering beradu
mulut dengan ayah, mengenai persoalan ibunya. Sejak jatuh dari tangga, ibunya tidak pernah ditemukan.
Sang anak telah banyak menghabiskan uang untuk mencari ibunya kemana2, tetapi hasilnya nihil.

Siang itu, seperti biasa sehabis kuliah, sang anak berjalan bersama dengan teman wanitanya.
Mereka tampak serasi. Saat melaju dengan mobil, di persimpangan sebuah jalan, ia melihat seorang
wanita tua yang sedang mengemis. Ibu tsb terlihat kumuh, dan tampak memakai tongkat. Ia tidak
pernah melihat wanita itu sebelumnya. Wajahnya kumal, dan ia tampak berkomat-kamit.

Di dorong rasa ingin tahu, ia menghentikan mobilnya, dan turun bersama pacar untuk menghampiri
pengemis tua itu. Ternyata sang pengemis tua sambil mengacungkan kaleng kosong untuk minta
sedekah, ia berucap dengan lemah “Dimanakah anakku? Apakah kalian melihat anakku?”

Sang anak merasa mengenal wanita tua itu. Tanpa disadari, ia segera menyanyikan lagu
“Shi Sang Ci You Mama Hau” dengan suara perlahan, tak disangka sang pengemis tua ikut menyanyikannya
dengan suara lemah. Mereka berdua menyanyi bersama. Ia segera mengenal suara ibunya yang selalu
menyanyikan lagu tsb saat ia kecil, sang anak segera memeluk pengemis tua itu dan berteriak
dengan haru “Ibu? Ini saya ibu”.

Sang pengemis tua itu terkejut, ia meraba2 muka sang anak, lalu bertanya, “Apakah kamu ??..(nama anak itu)?”
“Benar bu, saya adalah anak ibu?”. Keduanya pun berpelukan dengan erat, air mata keduanya berbaur
membasahi bumi …………… .

Karena jatuh dari tangga, sang ibu yang terbentur kepalanya menjadi hilang ingatan, tetapi ia
setiap hari selama sepuluh tahun terus mencari anaknya, tanpa peduli dengan keadaaan dirinya. Sebagian
orang menganggapnya sebagai orang gila.

============000=============

Dalam kondisi kritis, Ibu kita akan melakukan apa saja demi kita. Ibu bahkan rela mengorbankan nyawanya..

Simaklah penggalan doa keputusasaan berikut ini, di saat Ibu masih muda,
ataupun disaat Ibu sudah tua :

1. Anakku masih kecil, masa depannya masih panjang. Oh Tuhan, ambillah aku sebagai gantinya.

2. Aku sudah tua, Oh Tuhan, ambillah aku sebagai gantinya.

Diantara orang2 disekeliling Anda, yang Anda kenal, Saudara/I kandung Anda, diantara lebih dari
6 Milyar manusia, siapakah yang rela mengorbankan nyawanya untuk Anda, kapan pun, dimana pun,
dengan cara apapun ………..

Tidak diragukan lagi “Ibu kita adalah Orang Yang Paling Mulia di dunia ini”

0 komentar: